Sabtu, 26 November 2011

LP dan WOC EPILEPSI

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN EPILEPSI

A.    Definisi
Epilepsi bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan manifestasi klinik daripada lepasnya mutan listrik yang berlebihan dari sel-sel neuron di otak yang ditandai oleh serangan yang datang berulang-ulang. Epilepi berasal dari kata “epilambanain” yang berarti serangan (Taofik, 2009).
Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kejang berulang (www.medicastore.com).

B.     Etiologi
Penyebab dari epilepsi yang dikutip oleh Wong (1997), antara lain:
1.      Idiopatik
2.      Faktor hereditas
3.      Prenatal: fetal distress,perdarahan pervagina,ketuban pecah dini,     infeksi virus TORCH.
Perinatal: Trauma persalinan,persalinan dengan vacuum,forcep,partus lama,Seksio kaesar
Pasca natal: Asfeksia,hiperbilirubin,hipoglikemi,
4.      Radang otak (encepalitis)
5.      Trauma kapitis gangguan peredaran darah otak
6.      Tumor otak
7.      Kejang demam
8.      Gangguan peredaran darah
9.      Anomali congenital otak
10.  Gangguan metabolism.
11.  Kelainan degeratif susunan saraf pusat
12.  Gangguan metabolisme
Bila ditinjau dari faktor etiologi, maka sindrom epilepsi dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
1.      Epilepsi idiopatik (penyebab tidak diketahui)
Pada sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya pasien tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan juga tidak bodoh.Sebagian dari jenis idiopatik disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Gangguan fisiologis ini melibatkan stabilitas sistem talamik – intralaminar dari substansia kelabu basal dan mencakup reticuler activating system dalam sinkronisasi lepas muatan. Sebagai akibatnya dapat terjadi gangguan kesadaran yang berlangsung singkat (absens murni, petit mal), atau lebih lama dan disertai kontraksi otot tonik-klonik (tonik-klonik umum, grand mal).
Pengaruh faktor genetik atau hereditas memang ada pada epilepsi, tetapi kecil. Pada epilepsi idiopatik pengaruh lebih besar. Telah dilakukan beberapa penelitian anak kembar untuk mengungkapkan hal iniTsuboi dan Okada mengumpulkan  6 laporan penelitian besar mengenai epilepsi pada kembaran dan mendapatkan bahwa konkordans untuk epilepsi ialah 60% bagi kembar telor tunggal dan 13% untuk kembar telor ganda.
2.      Epilepsi simtomatik (penyebab diketahui, misalnya tumor otak, pascatrauma otak, pascaensefalitis.
Epilepsi simtomatik terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial atau ekstrakranial. Penyebab intrakranial misalnya anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut. Penyabab yang bermula dari ekstrakranial dan kemudian juga menggangu fungsi otak, misalnya gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (dehidrasi, hidrasi lebih).Pada ank faktor usia dan perkembangan ikut mempengaruhi apakah akan ada epilepsi atau tidak. Bangkitan kejang lebih jarang didapatkan pada bayi prematur, karena sistim syarafnya belum berkembang, dan lebih sering dijumpai pada bayi cukup bulan. Bangkitan epilepsi lebih jarang dijumpai pada usia bulan-bulan pertama, dan sering antara usia 4 bulan sampai 4 tahun, kemudian menurun frekuensinya sampai remaja.

C.    Patofisiologi
Sampai saat ini belum diketahui dengan baik mekanisme terjadinya bangkitan epilepsy. Namun , beberapa factor yang ikut berperan telah terungkapkan, misalnya:
Gangguan pada sel neuron
Potensial membrane neuron tergantung pada permeabilitas sel tersebut terhadap ion natrium dan kalium. Membran neuron permeable sekali terhadap ion kalium dan kurang permeable terhadap ion natrium, sehingga didapatkan konsentrasi ion kalium yang tinggi dan konsentrasi ion kalium yang rendah didalam sel dalam keadaan normal. Potensial membrane ini dapat terganggu dan berubah oleh berbagai hal, misalnyaperubahan konsentrasi ion ekstraseluler, styimulasi mekanik atau kimiawi, penyakit, jejas, atau pengaruh kelainan genetic. Bila keseimbangan terganggu, sifat semi permeable berubah, membiarkan ion kalium dan natrium berdifusi melalui membrane  dan mengakibatkan perubahan kadar ion dan perubahan potensial yang menyertai. Potensial aksi menyebar sepanjang akson. Konsep ini banyak dianut pada bangkitan epilepsi saat ini banyak dianut.
Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan pasca sinaps
Sel neuron berhubungan sesamanya melaui sinaps-sinaps. Potensial aksi yang terjadi disatu neuron dihantar melalui neurakson yang kemudian membebaskan zat transmitter pada sinaps, yang mengekstasi atau mengekshibisi membrane pascasinaps. Transmiter ekstasi (asetilkolin, glitamic acid) mengakibatkan depolarisasi; zat transmitter inhibisi(GABA atau Gama Amino Butyric Acid, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimanya. Jadi satu impuls dapat mengakibatkan stimulasi atau inhibisi pada transmitter sinaps. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara inhibisi dan ekshibisi, gangguan terhadap keseimbangan ini dapat mengakibatkan kejang. Efek inhibisi adalah miningkatkan polarisasi membrane sel. Kegagalan mekanisme inhibisi mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik yang berlebihan. Gangguan sintesis GABA mengakibatkan perubahan keseimbangan eksitasi-inhibisi, dan ekstasi lebih unggul dan dapat menimbulkan bangkitan kejang
Sel glia
Sel glia diduga sebagai fungsi untuk mengatur ion kalium ekstraseluler disekitar neuron dan terminal presinaps. Pada gliosis atau cidera, fungsi glia yang mengatur konsentrasi ion kalium ekstraseluler terganggu dan mengakibatkan meningkatnya ekstabilitas sel neuron disekitarnya. Rasio yang tinggi antara kadar ion kalium ekstraseluler dapat mendepolarisasi membrab neuron. Didapatkan waktu kejang ion kalium meningkat 5  kali atau lebih dicairan interstitial yang mengitari neuron. Waktu ion kalium diserap oleh astrolgia cairanpun ikut diserap dan sel astrolgia menjadfi bengkak(edema), ini merupakan gambaran yang terhadap meningkatnya ion kalium ekstraseluler, baik yang disebabkan oleh hiperaktifitas neural, maupun akibat iskemia serebral.Para penyelidik sependapat bahwa sebagian besar bangkitan epilepsy berasal dari sekelompok sel neuron yang abnormal diotak, yang terlepas muatan listrik secara berlebih dan hipersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini disebut focus epileptikus, mendasari semua jenis epilepsy baik fokal maupun umum. Bila sekelompok sel neuron tercetus dalam aktifitas listrik berlebihan, maka didapatkan 3 kemungkinan:
1.      Aktifitas ini tidak menjalar kesekitarnya, melainkan terlokalisasi pada kelompok neuron tersebut, kemudian berhenti.
2.      Aktifitas menjalar sampai jarak tertentu, namun tidak melibatkan seluruh otak
3.      Aktifitas menjalar keseluruh otak kemudian berhenti.
4.      Pada keadaan 1 dan 2 didapatkan bangkitan epilepsy fokal(parsial), sedang pada keadaan 3 didapatkan kejang umum.

D.    Tipe Serangan
Tipe serangan pada epilepsi yang dikutip oleh Taofik (2009), antara lain :
1)      Grand Mall
Serangan Tiba-tiba klien jatuh sambil teriak, pernafasan sejenak berhenti, seluruh tubuh menjadi kaku. Kemudian muncul gerakan tonik klonik. Gerakan tonik ini sangat kuat sehingga tulang dapat patah. Sebelum terjadi serangan gran mall klien dapat memperlihatkan gejala-gejala prodromal yaitu irritabilitas (cepat marah atau tersinggung), pusing, sakit kepala, atau bersikap defresip.
2)      Petit Mal
Serangan yang berupa kehilangan kesadaran sejenak, biasanya serangan ini timbul pada anak-anak yang berumur 4-8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang untulk beberapa detik, tonus otot tidak hilang sehingga klien tidak jatuh. Lamanya serangan anatara 5-10 detik. Kedua mata menatap secara hampa ke depan atau berputar keatas sambil melepaskan benda yang di pegangnya atau berhenti berbicara dan setelah sadar klien lupa apa yang sudah terjadi. Serangan petit mal akan berhenti seterusnya bila klien berumur 20 tahun atau menjelang 30 tahun. Tetapi ada kemungkinan petit mal dapat berkembang menjadi grand mal pada usia 20 tahun.
3)      Mio klonik
(1)      Muncul gerakan involunter sekelompok otot skeletal yang timbul secara tiba-tiba
(2)      Biasanya merupakan manfestasi bermacam-macam kelainan neurologik (degeneratif ponto cerebeler, meilitis) atau non neurologik (Urema, hepatic failure).
(3)      Biasanya tidak ada kehilangan kesadaran.
4)      Klonik
(1)      Serangan epileptic yang bangkit akibat lepas muatan listrik di daerah korteks serebri.
(2)      Motorik : gerakan involunter salah satu anggota gerak, wajah, rahang bawah, pita suara (vokalisasi) dan kolumna vertebralis.
(3)      Sensorik : merasa nyeri, panas dingin, parestesia daerah kulit setempa, skotoma tinnitus, mencium bau barang busuk, mengecap rasa logam, invertigo, mual, muntah, perut mules atau afasia.
(4)      Autonom : Mual, muntah, dan hiperdosis setempat.
(5)      Halusinasi
(6)      Ilusi yang disebut De Javu
(7)      Pearasaan curiga yaitu perasaan seolah-pikirannya memaksa sesuatu.
(8)      Automatismus
5)      Status Epileptikus
Yaitu serangan epilepsi yang terjadi berulang-ulang dan sering serangan ini pada umumnya tonik-klonik dan merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera ditangani karena dapat berakibat kerusakan otak permanent. Penyebabnya adalah peningkatan suhu yang tinggi, obat epileptic yang dihentikan, atau penyebab lain yaitu gangguan metabolik.

E.     Pemeriksaan Diagnostik
1)      EEG (elektroensefalogram).
Pemeriksaan EEG sangat berguna membantu kita menegagagkan diagnose epilepsy. Kelainan umum EEG yang sering dijumpai pada penderita epilepsy disebut “ epileptiform discharge” atau epilepform activity”  dikutip dari Sidell and Day, 1936 oleh ilmu kesehatan anak, misalnya “spike”, “sharp wave”, “Spike and wave”, “ paroxsismal slow activity”.
Kadang-kadang rekaman EEG dapat menentukan focus serta  jenis epilepsy, apakah fokal, multifocal, kortikal, subkortikal, misalnya petit mal mempunyai gambaran “3 cps spke and wave” dan  infantile
Mempunyai gambaran hipsaritmia. Pemeriksaan EEG harus dilakukan berkala. Perlu diingatkan bahwa kira-kira8-12 % dari penderita epilepsy mempunyai rekaman EEG yang normal. Rekaman EEG dikatakan abnormal bila  terdapat:
a.       Asimetris Irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama dikedua hemisfer otak.
b.      Irama gelombang tidak teratur
c.       Irama gelombang  lebih lambat dibanding seharusnya mis: gelombang delta.
d.      Adanya gelombang yang tidak biasanya terdapat pada anak normal, misalnya: gelombang tajam,paku(spke), paku ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang tibul secara paroksismal.
2)      EKG (elektrokardiogram) dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabkan seseorang mengalami pingsan.
3)      Pemeriksaan CT scan dan MRI dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak, stroke, jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala.
4)      Kadang dilakukan pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak.
5)      Pemeriksaan darah
Kelainan-kelainan darah tertentu dapat menyebabkan serangan epilepsi, misalnya sikle cell,polisitemia dan leukemia. Pemeriksaan gula darah,elektrolit darah ureum perlu dilakukan atas dasar indikasi. Misalnya serangan spasme infantil dapat disebabkan  oleh karena hipoglikemia.Pemerikasaan TORCH.
6)      Pemeriksaan urin
Kadang – kadang serangan epilepsi juga disebabka oleh kelainan fingsi ginjal yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan urin untuk mengetahui asam amino dalam urine

F.     Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada epilepsi yang dikutip dari www.medicastore.com, jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abnormal, maka keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu. Jika keadaan tersebut sudah teratasi, maka kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan. Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka diperlukan obat anti-kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan. Sekitar sepertiga penderita mengalami kejang kambuhan, sisanya biasanya hanya mengalami 1 kali serangan. Obat-obatan biasanya diberikan kepada penderita yang mengalami kejang kambuhan.
Status epileptikus merupakan keadaan darurat, karena itu obat anti-kejang diberikan dalam dosis tinggi secara intravena. Obat anti-kejang sangat efektif, tetapi juga bisa menimbulkan efek samping. Salah satu diantaranya adalah menimbulkan kantuk, sedangkan pada anak-anak menyebabkan hiperaktivitas.
Dilakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk memantau fungsi ginjal, hati dan sel-sel darah. Obat anti-kejang diminum berdasarkan resep dari dokter. Pemakaian obat lain bersamaan dengan obat anti-kejang harus seizin dan sepengetahuan dokter, karena bisa merubah jumlah obat anti-kejang di dalam darah.
Keluarga penderita hendaknya dilatih untuk membantu penderita jika terjadi serangan epilepsi. Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh, melonggarkan pakaiannya (terutama di daerah leher) dan memasang bantal di bawah kepala penderita. Jika penderita tidak sadarkan diri, sebaiknya posisinya dimiringkan agar lebih mudah bernafas dan tidak boleh ditinggalkan sendirian sampai benar-benar sadar dan bisa bergerak secara normal. Jika ditemukan kelainan otak yang terbatas, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat serat-serat saraf yang menghubungkan kedua sisi otak (korpus kalosum). Pembedahan dilakukan jika obat tidak berhasil mengatasi epilepsi atau efek sampingnya tidak dapat ditoleransi.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati kejang
Obat
Jenis epilepsy
Efek samping yg mungkin terjadi
Generalisata, parsial
Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang
Etoksimid
Petit mal
Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang
Parsial
Tenang
Generalisata, parsial
Ruam kulit
Generalisata, parsial
Tenang
Generalisata, parsial
Pembengkakan gusi
Generalisata, parsial
Tenang
Kejang infantil, petit mal
Penambahan berat badan, rambut rontok

G.    Pencegahan
Obat anti-kejang bisa sepenuhnya mencegah terjadinya grand mal pada lebih dari separuh penderita epilepsi.

H.    WOC EPILEPSI



 








































 











MK: Perubahan proses keluarga
 
                                                                




































I.       Konsep Asuhan Keperawatan Epilepsi
1.      Epidemiologi
Biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, lebih sering terjadi pada usia 2 tahun pertama. Pada anak usia 3 tahun lebih fator etiologi yang paling sering di jumpai adalah penyakit epilepsi idiopatik.
Kebanyakan adalah anak laki-laki,Spasme infantil onset sebelum 1 tahun, puncaknya 3-7 bulan, sindroma west atipik onset sebelum 3 bulan. Kejang neonatal familial benigna hari ke2 sampai 15 setelah lahir.Petit mal terjadi pada anak-anak yang berumur 4-8 tahun.
2.      Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan pasien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kejang  yang berulang tanpa disertai atau disertai  penurunan tingkat kesadaran.
3.      Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui pola kejang dari pasien. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan,pada saat apa pasien kejang atau setelah melakukan aktivitas apa misalnya setelah bermain,saat nonton tvdan atau keadaan emosional.  Waktu terjadinya kejang pagi hari sesaat setelah bangun tidur.
Kejang generalisata terjadi setiap saat, siang, atau malam hari, dengan interval antar episode selama beberapa menit, jam, minggu, bahkan tahun.. 
4.      Riwayat Penyakit Dahulu.
Pernah menderita infeksi otak, odem serebri, trauma kepala, hipokalsemia, hipoglikemia
5.      Riwayat Penyakit Keluarga
Ada keluarga dengan riwayat epilepsi. 
6.      Riwayat Persalinan
Prenatal : fetal distress,perdarahan pervagina,ketuban pecah dini,     infeksi virus TORCH.
Perinatal : Trauma persalinan, persalinan dengan vacuum, forcep, partus lama, Seksio kaesar
Pasca natal: Asfeksia,hiperbilirubin,hipoglikemi
7.      Pemeriksaan Fisik
B1: Breath
Dipnoe, sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas sampai apnoe,slem banyak karena hipersalivasi.
B2: Blood
Penurunan nadi, hipertensi, acral dingin, CT > dari 2 detik, sianosis, suhu tubuh kadang tinggi bila pemicunya infeksi.
B3: Brain
Sakit kepala, migren, kejang berulang, penurunan kesadaran,gelisah, gangguan sensori penglihatan (seperti melihat kilatan cahaya), dan sensori penghidu (membau yang aneh)
B4: Blader
Inkontinensia urine, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter.
B5: Bowel
            Inkontinensia feses, nyeri perut, resistensi terhadap makanan mual muntah
            B6: Bone
Kejang, peningkatan tonus otot,Penurunan tonus otot,nyeri otot dan punggung, gerakan involunter, kerusakan jaringan lunak dan gigi.
8.      Diagnosa Keperawatan
                        1)      Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hilangnya reflek menelan
                        2)      Risiko injury berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran sekunder terhadap kejang
                        3)      Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala sekunder terhadap respons pasca hipoksi
                        4)      Cemas berhubungan dengan kejang berulang
                        5)      Koping individu inefektif berhubungan dengan depresi akibat epilepsi
                        6)      Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyakitnya
                        7)      Resiko kejang berulang berhubungan dengan riwayat penyakit
                        8)      Cemas keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
9.      Perencanaan
a.       Dx.1    Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hilangnya reflek menelan
Tujuan: Dalam waktu 30 menit bersihan jalan napas pasien efektif
Kriteria hasil:
                        1)      Respirasi 30-40 x/menit (bayi)
   24-28 x/menit (anak)
   16-20 x/menit (dewasa)
                        2)      Tidak ada retraksi dada
                        3)      Suara nafas bersih
                        4)      Irama nafas teratur
Rencana Tindakan :
1.      Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu atau gigi palsu maupun alat yang lain
Rasional:   Menurunkan risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring
2.      Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang
Rasional:   Mencegah lidah jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas
3.      Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional:   Menurunkan risiko aspirasi atau asfiksia
4.      Kolaborasi dalam pemberian oksigen
Rasional:   Dapat menurunkan hipoksia serebral
b.      Dx 2.   Risiko injury berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran sekunder terhadap kejang,menurunnya koordinasi otot.
Tujuan:   Dalam waktu 1x24 jam diharapkan pasien dapat bebas dari kejang dan peningkatan kesadaran kesadaran
Kriteria Hasil  :
1.      Pasien tidak kejang
2.      Kelarga menyampaikan bahwa memahami penatalaksanaan bila terjadi kejang
3.      Pasien tidak cidera: jatuh,lidah tergigit, cidera otot dan tulang
Rencana Tindakan :
1.      Kolaborasi dalam pemberian fenitoin (dilantin )
Rasional: Terapi medikasi untuk mengontrol menurunkan respons kejang berulang
2.      Berikan HE kepada orang tua ttg penata laksanaan kejang:
-       Atur posisi aman jangan merubah posisi yang melawan saat kejang dan beri bantalan lunak dikepala
-       Memasang spatel lunak seperti kayu atau dengan kasa jangan memberi spatel logam agar gigi anak tidak tanggal
-       Jangan merubah posisi yang melawan saat kejang

3.      Lindungi klien dari trauma atau kejang dengan memasang pengaman tempat tidur
Rasional:  pasien kejang akan kehilangan koordinasi otot sehingga dapat menyebabkan trauma
4.      Anjurkan keluarga agar mempersiapkan lingkungan yang aman seperti batasan tempat tidur, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat dengan pasien
Rasional: Melindungi pasien bila kejang terjadi
5.      Anjurkan mempertahankan bedrest total selama fase akut
Rasional: Mengurangi risiko jatuh atau terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
6.      Observasi ku pasien, intensitas kejang
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan pasien
c.       Dx.3    Nyeri akut berhubungan dengan nyeri kepala sekunder terhadap respons pasca hipoksia
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil:
1.      Skala nyeri berkurang
2.      Wajah rileks
3.      Pasien tidak gelisah
Rencana Tindakan :
1.      Kolaborasi pemberian piracetam
Rasional: Memperbaiki metabolism otak
2.      Kolaborasi dalam pemberian analgetik
                                                   Rasional: Mungkin diperlukan untuk mengurangi rasa sakit
3.      Lakukan manajemen nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi napas dalam
                  Rasional: Membantu menurunkan stimulasi sensasi nyeri
d.      Dx. 4   Cemas pasien / keluarga berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam diharapkan cemas berkurang
Kriteria hasil:     
                        1)      Pasien  dan keluarga tidak cemas
                        2)      Pasien dan keluarga  tidak gelisah
                        3)      Wajah rileks


            Rencana Tindakan :
1.   Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaan cemas
                 Rasional: Cemas berkelanjutan memberikan dampak psikologis yang tidak baik
2.   Ajarkan cara mengontrol kejang
Rasional:  Mengontrol kejang bergantung pada aspek pemahaman dan kerja sama pasien dan keluarga
3.   Beri lingkungan yang tenang
                 Rasional: Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
4.   Kurangi stimulus ketegangan
                 Rasional: Keadaan tegang (depresi, frustasi) mengakibatkan kejang pada beberapa pasien
5.   Orientasikan pasien terhadap aktivitas yang diharapkan
                 Rasional: Orientasi dapat menurunkan kecemasan
6.   Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan cemasnya
Rasional   : Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan
e.       Dx. 5   Koping individu inefektif berhubungan dengan depresi akibat epilepsi
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam diharapkan harga diri klien meningkat
Kriteria hasil:
1.      Pasien tidak gelisah
2.      Pasien tidak cemas
3.      Wajah rileks
Rencana Tindakan :
1.      Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
Rasional:  Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi
2.      Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya
Rasional:  Membantu pasien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut
3.      Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
                  Rasional: Membantu meningkatkan perasaan harga diri
4.      Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan pasien melakukan hal untuk dirinya
Rasional  : Membantu perkembangan harga diri pasien
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika. Jakarta.
Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne. (2001). Buku Ajar Medikal-Bedah. EGC. Jakarta.
Wilkinson. (2007).Diagnosis Keperawatan dengan Intervernsi NIC dan Kriteria Hasil NOC, EGC Jakarta
Carpenito. (2001). Diagnosa keperawatan edisi 8.EGC .Jakarta
Soetomenggolo, Ismail (1999), Neurologi anak, IDAI. Jakarta
Wong,D.L. (1997). Buku ajar Keperawatan Pediatrik. (Wong,s Essentials of Pediatrik Nursing). Edisi 8. EGC. Jakarta